Mengapa Punya Hobi Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Selembar Surat untuk Ayah Ibu
![]() |
Mereka hanya tahu aku gemar menulis. Itu saja.
Nanti, saat aku bukan lagi tanggung jawab mereka, aku ingin mereka tetap menganggapku putri kecilnya yang gemar membuat ayah marah sebab suka lama membalas pesan, dan gemar merengek pada ibu tentang kehidupan.
Aku ingin ibu tahu, aku lahir dari kesabarannya. Bukan dari rahim yang sempat membuatnya kesakitan sepanjang malam.
Aku ingin ayah tahu, aku dirawat oleh tawanya di penghujung hari penuh lelah. Bukan dari emosinya saat aku menjawab belum makan ketika ia bertanya.
Aku ingin ayah-ibuku tahu, sejauh apapun langkahku pergi, kita akan tetap rekat dengan doa.
Agar suatu ketika aku merasakan kurangnya hidup, aku tahu bahwa ayah-ibuku tak pernah lelah memberi cinta-- di atas macam keluh yang mereka simpan diam-diam.
Kediri, 23 tahun ayah-ibuku bersama.
Destinasi Masa Mendatang
![]() |
Doa baik agar sumber gambar tidak comot dari Pinterest melainkan dokumentasi pribadi. Amin. |
Asrama UM: Sebuah Cerita dari Rantau
Jika suatu ketika ada yang bertanya padaku, hal paling berkesan selama kuliah, aku akan menjawab asrama dan cerita-cerita yang tercipta. Tak hanya itu sebenarnya, namun asrama menjadi begitu istimewa sebab di situlah aku tersesat dan menemukan banyak makna yang berpengaruh bagiku.
Dulu, ketika aku resmi menjadi mahasiswa UM, Rosi bilang ke ibu, "cari
kos susah ya, Bu. Gak ada yang cocok, gimana kalau asrama
aja?"
Reaksi pertama ibu yang pasti terkejut dan merespon, "yakin a?"
wkwkwk.
Aku diam tidak menjawab. Begitu pula ayah yang saat itu turut mendengar obrolanku dengan ibu. Suasana sunyi tercipta beberapa detik, lalu ibu melanjutkan ucapannya, "asrama pasti banyak aturannya, kalau ibu sih senang dan merasa aman kalau Rosi mau di asrama, tapi apa Rosi gak tertekan, takutnya justru ganggu kuliahmu."
Singkat cerita, dengan banyak pertimbangan kami sepakat memilih asrama.
Biar kuingat, saat itu aku mendaftar, seleksi, dan semuanya sendiri karena ayah
sibuk dengan pekerjaannya. Aku tak bermalam di Malang, aku langsung balik Kediri setelah wawancara.
Sejujurnya, banyak hal yang membuatku cemas dan ragu jika nanti menjadi bagian dari asrama. Terlebih jika sifat tidak mau diaturku ini tidak dapat terkontrol dengan baik.
Bulan-bulan pertama di asrama, aku sulit sekali beradaptasi, khususnya
tentang berbagi kamar. Bagiku kamar adalah privasi, tapi saat di asrama harus
rela menipiskan dinding dari istilah privasi. Saat aku terbiasa tidur dengan lampu padam,
aku harus mengalah dengan lampu terang. Saat aku terbiasa me time di
dalam kamar tanpa ada yang bisa mengganggu, aku harus sadar jika ini kamar
bersama. Ketika teman kamarku kesulitan entah sakit atau sedih, aku harus peduli
dan merelakan aktivitasku untuk mendengar ceritanya. Ya. semua kebiasaan itu terbilang baru untukku.
Semester satu aku cukup riweh dengan banyaknya kegiatan yang harus aku
ikuti. Kuliah dan tugas-tugasnya; kegiatan jurusan, fakultas, universitas;
ditambah kegiatan asrama. Semua berjalan bersama tanpa ada yang mau mengalah.
Benar-benar ajang adaptasi yang menguras emosi dan energi.
Memasuki semester kedua, beragam cerita asrama mulai membuatku nyaman, walau tidak semua menyenangkan namun cukup membuatku mengerti pentingnya kepedulian, mulai sayang. Akhirnya aku coba mendaftar sebagai Pengurus Rumah Tangga Asrama dan diterima. PRTA adalah organisasi pertamaku pada masa kuliah. Walau jika aku harus jujur (lagi), aku tidak sepenuh hati dalam mendaftarkan diri sebagai PRTA.
Semua kisah-kisah di asrama masih tersimpan rapi sekali dalam kotak kenanganku. Begitu panjang dan melelahkan jika kuulas semua. Huhu. Ingin rasanya kutulis menjadi bagian tersendiri dalam bukuku nanti. Allahumma Shalli ala sayyidina Muhammad.
Rapat tiap malam, proker menumpuk, dimarahin ibu satpam sampai nangis, tugas kuliah yang kurang maksimal, begadang siapin proker,
paginya pas kuliah ngantuk, padahal aku gak bisa merem kalau di kelas, masalah
makan gak usah ditanya-- sangat tidak tepat waktu. Banyak hal-hal baru yang
membuatku lelah namun kalau dinikmati asik juga. Hehe.
Cerita demi cerita terus bertambah hingga tahun kedua aku di asrama. Punya adik-adik ratusan, saudara-saudara satu atap yang tanpa sadar sangat mengenal bagaimana aku. Banyak. Seperti kataku, semua cerita masih terekam cukup jelas dalam pikiranku. Beberapa yang sangat berkesan aku simpan dalam hati.
Asrama. Selalu meninggalkan bekas yang tak ingin dilepas. Melimpah cerita
dan pengalaman. Kalian tahu hal paling mengubahku saat di asrama? Menjadi imam
salat dari ratusan warga asrama. Nuansa hatiku berubah tanpa bisa kujelaskan
rasanya. Benar-benar damage unik dan luar biasa. Pengen
nangis pas nulis bagian ini. Kangen banget sama asrama yang sudah
banyak pembangunan hehe.
Hingga tiba pada aku sebagai salah tiga dari saudaraku, Ama dan Taqi yang melanjutkan asrama di tahun ketiga. Qadarullah, di awal-awal, aku yang sangat tidak nyaman dengan atmosfer asrama justru menjadi salah satu dari tiga warga yang paling lama bertahan. Semesta memang lucu, dipinta Tuhan untuk menjadikan penghuninya terkejut dengan kuasaNya yang luar biasa.
Aku ingin cerita lebih banyak lagi tentang asrama. Tentang kepedulian,
berbagi, cinta, semua. Namun tidak di sini. Nanti kapan-kapan. Yang jelas,
terima kasih untuk semua cerita dan pelajaran berharga dari asrama dan
penghuni-penghuninya. Aku rindu.
Bahagia dari Diri Sendiri
Apa yang membuatmu bahagia?
Apa ketika bosmu berkata, gajimu naik per bulan depan?
Apa ketika pasanganmu rutin menyisihkan waktu untukmu di tengah kesibukannya?
Atau mungkin saat kamu mendengar kabar bahwa ada temanmu mencapai keberhasilan berkat saran dan bantuanmu?
Tampaknya memang tidak ada ukuran yang jelas untuk sebuah kebahagiaan. Pernah gak sih kamu justru cemas ketika nilai seluruh mata kuliahmu baik atau bahkan hampir sempurna? justru overthinking saat bosmu memberi kepercayaan lebih padamu? Bahkan kamu takut jika pekerjaan pasanganmu akan berantakan karena waktu yang rutin ia sisihkan? Hm, mungkin juga kamu bingung, mengapa temanmu berhasil menerapkan saran-saranmu, sedangkan kamu tidak.
Hahaha, pikiranku terlalu menyebalkan ya?
Nah, ini nyambung dengan bagian pertama rubrik ini. Seperti kataku, aku adalah orang dengan banyak pertimbangan. Orang yang punya banyak pilihan konsep, gagasan, namun cukup sulit mewujudkan. Jadi, jika ditanya mengenai hal apa sih yang membuatmu bahagia?
Jawabanku hanya, ketika aku bisa percaya bahwa semua itu semudah jalani saja dulu.
Ya. hidup memang kumpulan pilihan-pilihan. Setiap alur yang kita lewati selalu menyajikan pertanyaan, mau yang mana? kemana? dengan siapa? Pertimbangan itu perlu, namun mencari terlalu banyak pertimbangan dalam penentuan pilihan ternyata cukup menghabiskan waktu dan energi. Seringkali, karena terlalu sibuk dengan pertimbangan kita lupa dengan hal lain yang menunggu giliran.
Seseorang pernah mengirim pesan singkat kepadaku, intinya, jangan terlalu khawatir dengan masa depan, lebih baik jalani saja yang di depan mata dengan maksimal.
Ditambah lagi setelah membaca bukunya Mark Manson yang populer dimana-mana. Katanya, "Anda tidak akan pernah bahagia jika Anda terus mencari apa yang terkandung di dalam kebahagiaan." terlihat menarik untuk disangkal, namun maknanya dalam. Coba baca bukunya!
Benar, kita tidak akan tahu apa yang ada di balik pintu jika kita tidak segera membukanya. Bisa jadi sepuluh menit dari sekarang hal baik dari balik pintu tersebut berubah, dan kita kehilangan kesempatan. Jalani saja dulu, Ros! urusan hasil urusan Tuhan.
Tentang Diri Ini
Halo Oktober dalam blog!
Agar kamu lebih bermakna, biarkan tuan rumahmu mengisimu dengan beberapa tantangan.
Tantangan ini datang dari story WhatsApp seorang teman. Berbicara tentang konsistensi menulis, ini bukan tantangan yang baru sih, namun tidak salah untuk mencobanya (lagi). Aturan mainnya, ada 30 topik untuk 30 hari yang sudah ditentukan sebelumnya. Dan semua tulisan tersebut akan aku unggah pada halaman blog-ku setiap hari. Seharusnya sih mulai 1 Oktober, tetapi baru aku mulai di pekan kedua Oktober 2020 dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya terkait persiapanku menghadapi sidang akhir.
Oke, cukup pembukaannya. Sekarang Rosi mulai untuk tantangan hari pertama. Mendeskripsikan diri sendiri. Hm, mari kita mulai.
Sejujurnya aku cukup narsis jika bicara tentang diri sendiri. Bagiku, menceritakan diri sendiri adalah bentuk usaha mengenal diri. Baik pencapaianku, maupun keteledoranku. Jika mengacu pada hasil tes kepribadian MBTI, aku adalah tipe manusia ENFP- A/T Campaigner. Dari sini sudah bisa ditebak di mana letak nyamanku. Aku kurang suka bergantung pada orang lain dan diatur orang lain, itulah mengapa bepergian atau melakukan sesuatu seorang diri bukan hal yang sulit untukku. Bisa dikatakan aku lebih nyaman dengan diri sendiri, atau mungkin hanya pergi dengan dua hingga tiga orang saja. Tapi, kok ekstrovert ya? Sebab aku cukup mudah bersosialisasi, mungkin.
Aku melihat diriku sebagai manusia paling netral yang tidak punya dominasi apapun. Jika ada, itupun hanya selisih sedikit. Inilah mengapa aku menjadi terkesan kurang berciri khas. Di tempat sepi ok, di tempat ramai ayo. Aku bergaul dengan teman-teman tipe A ok, dengan tipe B pun tidak masalah. Begitu netralnya aku, hingga sikap plin-plan sering muncul ketika aku akan menentukan pilihan. Lama dan banyak pertimbangan. Inilah mengapa aku perlu teman yang tegas dan bisa menuntunku. Teman hidup, eh. Teman apapun juga sih.
Siapa yang mengenalku lalu menilaiku sebagai orang yang suka sekali membaca dan jatuh hati pada buku? kenyataannya tidak begitu. Aku sama dengan kalian yang masih suka ngantuk ketika baca buku. Aku sama seperti kalian yang lebih betah scroll media sosial daripada bolak-balik lembaran buku. Lebih tepat jika dikatakan, aku tertarik pada sebuah cerita. Baik mendengarkan, bercerita, maupun membaca. Di masa kecil, ayah sering membelikanku buku cerita, dari situlah kebiasaan betah bacaku mulai. Pada masa kecilku pun belum ada podcast dan youtube, hwehe. Jadi, selain tayangan kartun di TV ya buku cerita hiburanku.
Oh iya, aku mudah kagum dengan orang-orang yang aku kenal; mudah tertarik dengan orang-orang pemberi inspirasi, bahkan untuk hal sederhana, sesederhana murah senyum terhadap sesama. Apalagi dengan orang-orang yang bisa memberikan pengaruh kepada sekitar. Pokoknya, ketika aku sudah kagum dengan seseorang, siapapun dia, pasti dia memberi kesan tersendiri di mataku.
Apalagi ya. Wkwk. Aku penikmat keseimbangan. Maksudnya gini, aku tidak bisa benar-benar tidak melakukan apapun, tapi aku juga bakal tertekan jika terlalu banyak urusan di kepala. Ribet pokoknya, sifat labilku juga muncul karena ini--karena semua ingin seimbang. Hahaha. Kadangkala aku gemas dengan sikap labilku yang lumayan sulit terkontrol.
Udah ah, makin panjang bakal makin dalam.
Jelasnya aku adalah Rosi yang ingin terus bertumbuh menuju utuh dan berfungsi dengan caraku. Terima kasih untukmu yang telah sudi mengenalku. Sampai jumpa pada ceritaku berikutnya.
-
Aku menuliskan ini ketika aku menunggu azan magrib. Ketika dalam pikiranku dibingungkan dengan satu pertanyaan tentang sebuah alasan. Apa...
-
JEMARI TUHAN (MASIH ADA CINTA DI SANA) Oleh: Rosida Eka Oktaviani Pakartining Madu “ Kubisikkan doaku di cela...
-
Berapa kali kalian nongkrong dalam sebulan? btw, aku baru sadar kalau pas nongkrong jarang foto. wkwk. sumber: koleksi pribadi...