Kepada Zaman Sebelum Sarjana

Tahun ke-5, dan aku semakin gila sebab kau masih membuang waktu untuk membaca tulisanku.
Ketika kita menjelang renta, dan cucu sedang berlari ke sana ke mari mengelilingimu, aku ingin tahu:
masihkah kau punya waktu?

Jika iya, ingin kusiapkan kacamata baca yang terbuat dari sepasang mataku.
Tiga puluh lima tahun lebih tiga hari lagi, semoga, kita tertawa mengenang kisah yang rindu-dendam di usia muda.

Siang,
di tempatf para penikmat Wi-Fi kampus, biarkan mereka terus membicarakan kesendirianku, atau bangku kosong di depanku, juga semua benda-benda di mejaku; sebotol air mineral, laptop, gawai, buku, juga kantong usang alat-alat kuliah.

Apa pedulinya aku.
Mereka, entah mengenalku atau belum;

tidak pernah melihat aku menyimpan sesuatu dalam buku yang kertasnya terlipat satu halaman;
namamu

Mereka tentu melewatkan apa saja yang hidup di laptop, gawai, juga buku sarana aku bekerja.
Mereka tak mengerti tentang cerita yang tak lebih dari sampah yang kubiarkan di sana sebab aku pemalas.
tak apa.
Mereka tak perlu tahu bahwa tempat ini adalah tempat dimana kau dan kawanmu biasa lalui.

Sungguh aku tak peduli pada anggapan bahwa kesendirian adalah kesedihan dan malapetaka. Ku  ingin membayangkan masa tua kita saja, yang kelak akan tertawa mengenang kebodohan diam dalam diri.

Pada zaman sebelum sarjana, pernah ada kita; dua makhluk Tuhan yang punya seribu alasan untuk saling meninggalkan, namun  memilih satu alasan untuk saling mengagumi.
Semakin dalam semakin diam.

Episode 2 | Kamu dan Candu yang Ragu

Mari aku lanjutkan. Sebelumnya aku telah menjelaskan bahwa kau adalah jelma tokoh fiksi yang menemaniku setiap malam hingga pagi. Kata demi kata aku rangkai hingga alur yang diinginkan tercipta begitu saja. Ya. Aku terlalu menikmatimu melalui tokoh fiksi tersebut. Hingga aku lupa, bahwa aku belum benar-benar mengenalmu. Seperti yang telah aku katakan di episode 1, aku sama sekali tidak tahu siapa dirimu. Ketertarikanku padamu terjadi begitu saja. 

Sesuai janjiku, aku akan menjelaskan betapa besar rasa bersalahku terhadapmu. Bayangkan saja, bertahun-tahun aku ada dalam bayang-bayang Kafka, tokoh fiksi andalanku. Sebenarnya aku bahagia menjadi detektif Mas untuk menghidupi Kafka. Namun, kegundahanku muncul saat aku memikirkan bagaimana bila apa yang aku terka selama ini salah. Bagaimana bila kau mengetahui ini semua, lalu kau tidak terima dengan apa yang aku rangkai lewat imajinasi. Sebab, layaknya manusia biasa; yang dilihat baik oleh satu manusia belum tentu baik oleh manusia satunya lagi. Mas simpulkan sendiri betapa bersalahnya aku, bahkan hingga episode 2 ini aku tulis. 

Aku tidak punya alasan yang konkrit mengapa aku menginginkan Mas, entah sebagai teman, sumber inspirasi, atau lebih dari itu. Kukira aku perlu mengenalmu benar-benar untuk menjelaskan segala yang kabur selama ini. Suatu saat nanti. Ya, suatu saat nanti. Entah sebagai apakah aku dan Mas, aku harap mengenalmu adalah salah satu rencana baik dari Tuhan. 

Sampai jumpa di episode 3. Asal kau tahu, mencari-carimu adalah candu tanpa rasa yang jelas.

Tubuh dan Pandangan | Catatan dalam Gawai

Hai, ini tulisan yang Rosi temuin di catatan dalam gawai, jadi Rosi minta maaf diawal jika banyak singkatan ya hehe. Tidak ada alasan konkrit kenapa curhatan ini Rosi bagikan. Hanya saja Rosi merasa perlu meletakkannya dalam rak blog agar suatu ketika jika Rosi marah dengan diri sendiri karena ini dan itu serta lupa bersyukur, Rosi bisa diingetin sama tulisan sendiri. Bonusnya, jadi pengingat kalian juga. InsyaAllah.


Rosi sempat bertemu dengan teman lama yang kebetulan punya masalah dengan self acceptance. Rosi sedih, di zaman yang sedang berusaha menjauhi konservatif ini masih saja ada manusia yang insecure secara fisik terhadap bentuk tubuhnya. Wajar ingin tampil cantik, tapi jika ditelisik lebih jauh, 

APASIH STANDAR KECANTIKAN?

Kala itu temanku bertanya padaku, apakah kamu tidak pernah mendapatkan shaming terhadap bentuk tubuhmu? SERING! Dulu aku sering banget nangis karena dikira gak pernah makan, Allah.. for you guys yg pernah ngomong gini, kalian sama saja menghina ayah ibuku yang banting tulang untuk kasih makan aku ,thinks smart please!
Dulu aku sering maksain makan berlebih, minum susu full creamy dan suplemen nafsu makan. Entahlah, padahal aku pecinta sayur, buah, dan gak pernah pilih-pilih makanan, kecuali durian ya wkwk.

Lama-lama aku capek. Ada yg lebih penting diurus dari sekadar menangisi pemberian Tuhan. Aku sadar, bahwa nikmat sehat jauh lebih patut dijadikan alasan bersyukur. Be grateful. For everything you have been given, be grateful.

Aku gak tau pasti gimana cara menasehati orang, tapi yang jelas aku tahu ada istilah body positivity. Jd, aku coba menjelaskan, semoga diterima. Begini, letakkan standar kecantikanmu pada kebutuhan diri, bukan perspektif manusia. Logikanya, manusia itu jumlahnya banyak pol, jika kamu menuruti perspektif manusia tidak akan ada habisnya. Kurang putih, kurang langsing, kurang sexy, kurang apalah itu. Selalu kurang. 

TUBUHMU BUKAN HANYA UNTUK KONSUMSI PUBLIK.

Lalu, "menerima diri bukan berarti tidak berupaya memperbaiki diri." Ayo fokusnya diubah. Bukan untuk menyakiti diri, tapi untuk menyehatkan diri. Satu hal yang aku syukuri dari sifat, hmm sifat burukku "asal tidak menyakiti orang lain aku bodoamat!" Teman-temanku cantik, setiap aku jalan sama mereka gak jarang mereka digoda, dan aku dikacangin. It's not wrong for me! Sepertinya aku hanya ingin digoda oleh suamiku kelak, hehehe.

Menjadi objek perhatian dan pengakuan kecantikan memang kepuasan tersendiri. Rosi paham dan sadar, Karena Rosi juga perempuan biasa. Tapiii... Balik lagi, semua yang diterima baik2 dan dijaga baik2 insyaAllah juga dampaknya baik2. Pokoknya baik2, titik.

Tak masalah kamu hitam asal bersih, kamu kurus/gemuk asal sehat, kamu pendek asal cekatan, kamu gak ideal asal kamu cerdas. Semua ada sisi cantiknya masing-masing. Kalau kamu pengen seperti orang lain, lalu apa gunanya Tuhan menciptakan umatnya beragam? Honestly, aku masih sedih denger curhatan teman aku. 

Give your best, then u will be the best version of you! Love yourself♥️

Selembar Puisi untuk 'Na'

Sedikit cerita, sehari sebelum tulisan ini diunggah aku menerima beberapa pesan dari murid yang pernah belajar denganku. Isi pesannya hampir sama, meminta bantuan membuat puisi tentang Corona Virus. Aku bukan penulis puisi handal; yang sekali dapat kumpulan kata langsung bisa merangkainya menjadi kalimat indah. Kepalaku harus pening dulu baru bisa jadi puisi. Payah memang.

Salah satu pesan dari mereka

Menulis biasa saja susah, apalagi menulis indah. Akhirnya aku memutuskan untuk meminta mereka membuat narasi dari isi puisi yang mereka inginkan. Setelah itu, aku memberi beberapa larik kunci yang harus mereka lengkapi sendiri. Ada yang langsung oke, adapula yang masih bernegosiasi. Katanya, "Bu bingung, saya gak puitis."

Setelah kelas menulis puisi dadakan tersebut, tiba-
tiba pukul 23.28 WIB aku membuka catatan di gawaiku dan mulai merangkai kata yang memenuhi otak, semua tentang corona. Iya, saking beragamnya kalimat puitis yang aku ciptakan tadi, ternyata itu memancing otakku untuk mengeluarkan kawan lainnya dari kalimat puitis sebelumnya. Dan kini pukul 00.48 WIB aku mengunggah tulisan sok puitisku di blog. Ah, akhirnya aku berani mengisi blog ini lagi. Sekadar informasi, sudah setahun aku galau dan tidak percaya diri mengisi blog ini, aku tak bisa menjelaskan alasannya. Yang jelas, karena ke-insecure-an tersebut membuat timbunan omong kosongku di laptop sia-sia. Kapan-kapan deh mulai nge-blog lagi perlahan. 



Kepadamu yang Kupanggil, Na

Bahagiakah kau melihat gundah dunia, Na?
Kini segalanya terasa berbeda
Resah merana gulana
Tak ada lagi suka cita dan foya-foya dunia

Na, kini semua berusaha menertawai sunyi
Menghibur hati upaya menghilangkan sepi
Masing-masing dari kami masih mengantongi mimpi
Yang berharap diraih suatu hari nanti

Asal kau tahu Na, kini segalanya berteman ketakutan
Sesak pun menghampiri raga bergantian
Seperti menelan pecahan cita-cita
Yang meminta disatukan dengan kekuatan bersama

Getir rasanya, Na

Tapi, di balik kekacauan adaptasi kini
Yakin ada maksud baik dari pemilik bumi

Ada cinta
Ada kasih yang tumpah ruah
Walau perlu kesakitan dulu untuk menerjemah

Kasihan, sang sepi terus kumaki-maki
Padahal jika dipikir kembali
Sunyi kini menyadarkan hati
Selalu ada Tuhan dalam diri
Bodoh sekali aku ini

Na, mengenalmu adalah duka yang tak seharusnya kutangisi
Bertemu denganmu adalah pekat nasehat 
yang memikat dalam dan erat-erat
Tuhan itu dekat
Pada perintah untuk lekas bertaubat

Terakhir Na,
Kau harus tahu
Penghuni bumi yang egois di masa kemarin, 
berangsur membaik 'tuk memenangkan bumi 'kembali' 


*Ucapan terima kasih untuk kalian, murid-muridku yang ajaib. Berkat kalian, blogku tersentuh kembali.


Episode 1 | Ini Tentangmu

SEBUAH PERKENALAN

Episode adalah catatan usangku yang terhitung sejak aku mengagumi salah satu ciptaan Tuhan. Aku memilih mengarsipkannya di blog ini, agar suatu ketika ada ingatan yang terawat secara baik dan rapi tanpa perlu disesali bahkan sia-sia untuk ditangisi. Semoga segala maksud baik diterima baik pula oleh bumi dan segala keegoisan penghuninya. Mungkin hanya akan ada 5 episode jika setelah ini kau memilih pergi dan merelakanku menutup catatan ini dengan jabat tangan dan ucapan semangat untukku yang sedang menuntaskan tugas akhir masa kuliah malam itu. Tidak mengapa, itu sudah cukup damai bagi masing-masing dari diri. Entah kalau hati.

Assalamualakum wr.wb
Semoga pemilik pesan ini senantiasa dilindungi Tuhannya.
Mari kita panggil pemilik pesan ini “Mas” agar terlihat manis dan tersamarkan.
Pertama aku ingin mengucap maaf jika saat aku menulis catatan ini, aku menuliskannya bukan atas nama cinta. Tapi percayalah, aku menuliskan ini semua dengan penuh cinta. Segala cerita yang pernah ada, dari awal bertemu hingga berpisah lalu bertemu lagi semua tidak luput dari hal-hal mengejutkan dari Tuhan. Sebelum aku sadar bahwa aku mengagumi sosok sederhana yang tidak sanggup melihat orang lain payah. Saat pertemuan pertama kala itu, aku benar-benar tidak mengetahui identitasmu. Bahkan, untuk sekadar namamu. Apa yang kau lakukan saat itu juga cukup sederhana dan bisa dilakukan oleh semua laki-laki di dunia ini, namun mengapa mampu berkesan padaku? Momen yang tepat, iya. Entah apa yang menjadi alasannya, hal tersebut terlihat ajaib di mataku. Aku tahu ini berlebihan, tapi sudut pandangku menilai itu sama sekali tidak berlebihan. 
Lagi, kala itu aku sedang senang-senangnya menulis cerpen. Hingga suatu ketika aku menciptakan tokoh yang begitu mirip denganmu. Imajinasiku terhadapmu memang sulit diceritakan di sini, dan aku yakin kamu tidak akan sanggup memikirkanya. Yang jelas aku berusaha menghidupi tokoh tersebut dengan penuh kesabaran, kekuatan, dan ke-sotoy-anku tentangmu. Ambisiku terlampau besar untuk membuat tokoh bernama Kafka ini menjadi kembaranmu.
Entah menurutmu ini sebuah kesalahan atau bukan. Namun, seharusnya aku meminta izin dulu padamu. Setelah tahu akibatnya sekarang, aku sadar bahwa aku  tidak berhak akan ini semua. Segala sesuatu yang terlanjur terjadi jangan begitu gegabah disesali. Kalau ada pilihan untuk mensyukuri kenapa harus menangisi. Sial, nyatanya aku tak setegar itu, tetap saja aku menangis dan menutupi mukaku dengan bantal semalaman hingga aku lenyap terbawa kegundahan. 
Kau tahu apa yang membuat aku sebersalah ini? 
Mari temui aku di catatan Episode 2. Aku akan membuat Mas terkejut di sana.
Salam.