Pekan Dua: Sekilas tentang Harga Diri

Hai pembaca. Sebab pekan lalu aku sudah cerita-cerita. Sekarang waktunya bahas sesuatu yang sedikit membutuhkan riset. Tetapi sebelum ke topik utama, yuk sama-sama doain beberapa wilayah di Indonesia yang sedang mengalami musibah. Semoga dikuatkan Tuhan dan lekas pulih dengan keadaan terbaik. Aamiin. Terima kasih.

Kalian pernah gak sih ada di masa, suka banget menyalahkan diri sendiri? Setiap sedikit kesalahan yang dilakukan, even dia tidak terlalu berdampak dan mudah diperbaiki, kalian tetap saja tidak terima dengan kesalahan yang sempat kalian lakukan tersebut. Pasti pernah ya? Atau pura-pura bodo amat padahal hati terdalam berkata, seharusnya aku tidak begini, tidak begitu lalalala.

Itu yang akan kita bahas kali ini. Harga diri atau biasa disebut self-esteem. Kalian mengartikan harga diri itu apa sih? Perasaan cinta terhadap diri sendiri? Atau rasa bangga sebab menjadi diri yang sekarang? Atau sebuah penilaian individual terhadap dirinya sendiri? Banyak sekali pengertian mengenai apa itu self esteem, aku coba kutip salah satu pendapat yang menurutku paling relevan ya. Kata Rosenberg dalam Hughes (2003) harga diri adalah evaluasi positif dan negatif terhadap diri sendiri, dengan kata lain bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri. Nah, harga diri ini bisa berhubungan dengan dimensi yang lebih spesifik, seperti penampilan fisik, kemampuan akademik, kecakapan sosial, dan keterampilan (Sanitioso dkk, 2015)

Lagi-lagi, pandangan terhadap harga diri tiap orang berbeda, begitu pula dengan maknanya. Dalam buku karya Yoon Hong Gyun, ada tiga pilar dasar dalam harga diri, yakni rasa kebermanfaatan, kontrol diri, dan rasa aman. Orang yang merasa dirinya tidak berguna, terbuang, tidak terkontrol, sering terganggu emosi negatif, dan gelisah akan sulit menerima dan mencintai dirinya. Jadi, harga diri dapat pula diartikan sebagai kecintaan seseorang terhadap dirinya sendiri.

Seberapa dalam kamu sudah mencintai dirimu? Ini nih yang sedang naik daun, gerakan mencintai diri sendiri (self love). Tampaknya manusia sekarang banyak yang beranggapan manusia lain sebagai juri kehidupan ya.

Aku menelusuri makna harga diri bukan tanpa sebab. Ada beberapa kejadian yang menyebabkan aku resah dengan diriku akibat cara pandangku terhadap lingkungan. Terlalu sering berkata “seharusnya”. Padahal itu sungguh melelahkan, bukan? Hingga akhirnya aku bertanya pada sosok terdalam dari diriku. Siapa kamu? Apa yang kamu cari? Apa yang kamu beri? Terkesan menodong ya, wkwkwk. Memang, pemulihan harga diri harus dimulai dari diri sendiri.

Nilai. Pernah baca atau dengar kalimat, tanamkan nilai pada dirimu atau orang lain yang akan menanamkannya. Intinya adalah beri kesan siapa dirimu (personality bukan identity) ke orang lain. Memang kita tidak bisa mengontrol hasil akhir perspektif orang, tapi kita bisa membentuknya. Menurutku, memulihkan harga diri atau mencintai diri sendiri bukan berarti memanjakan. Kita tetap harus hidup sebagai “manusia”. Manusia yang menghargai keadaan dan sadar bagaimanapun kita tidak hidup sendirian. Salah satu caranya dengan tidak menyalahkan diri sendiri dan fokus pada pemulihan. Kalau secara spiritual sih ikhlas, sabar, dan tawakal. Udah. Panjang amat ceritanya, Rosi. Agar bersifat praktik gitu.

Jadi, jangan mau kalah dengan keadaan. Mulai perbarui nilai dan memerdekakan diri dengan merasionalkan kenyataan. For your information, kita bisa lo kasih energi pada emosi kita. Syaratnya sadar. Hihihi. Selesai sudah tulisan kali ini. Ada beberapa sub topik yang bisa jadi bahan tulisan selanjutnya yang masih berhubungan. Nanti deh. Bye!



Komentar

Posting Komentar