Aku sudah beberapa kali mengatakan, "Aru akan terus kuceritakan, entah sampai kapan. Justru inginku abadi sampai aku hilang nanti."
PAKARTINING MADU
Jangan lupa dibuat nyata.
Jatuh Cinta Sampai Nanti Berulang Kali
Aku sudah beberapa kali mengatakan, "Aru akan terus kuceritakan, entah sampai kapan. Justru inginku abadi sampai aku hilang nanti."
Bahkan Aku Mewanti-wanti Diriku.
Judulnya sedikit merisaukan ya, Saudara.
Disclaimer, tulisan ini adalah bentuk penguraian pemikiranku terhadap makhluk Tuhan bernama Lelaki.
Kata mereka lelaki adalah manusia logika
Pikirannya dipenuhi realita dibanding perempuan yang banyak air mata
Kata mereka lelaki mengurangi basa-basi
Timbang perempuan yang sering tapi
Tapi tapi mengapa lelaki satuku ini terkadang membingungkan?
Apakah dia jelmaan perempuan
Ngawur!
Dia hanya memprioritaskan
Dan kamu bukan...
Tahu kan apa yang menjadi lanjutan
Sering atau kurasa selalu membuatku kebingungan
Kadang diratukan kadang pula sangat dianggap teman
Kadang aku begitu bahagia dan menabur benih harapan
Terkadang pula aku menepuk pundakku sendiri untuk menguburnya dalam-dalam
Pernah suatu hari dia mengirimkan pesan
Isinya, keseriusan yang semu
Tidak main-main katanya
Selalu sama menurutnya
Tapi yang kuterima, tetap rasa penasaran
Iya, aku penasaran yang teramat
Ingin kudengar dari mulutnya
Iya atau tidak
Tapi kapan?
Apa aku harus menunggu antrean?
Apakah menungguku dapat terjamin kelak?
Apakah menungguku adalah sebuah kebanggaan?
Apakah menungguku tidak menyakitkan siapa-siapa?
Penasaranku butuh jawaban
Itu saja
Apapun redaksionalnya, kurasa kedewasaanku sudah cukup menanggung
Segeralah... apapun itu
Tuhan tahu, sangat tahu,
Penantianku akan jawaban
belum kukemas ya.
Produktivitas yang Dipertanyakan
Assalamualaikum, teman-teman. Pekan empat aku akan mencoba mengulas terkait istilah produktif yang akhir-akhir ini sering disuarakan ke telingaku. Aku pernah ada di fase memuja produktivitas. Dari zaman kuliah, obsesiku untuk terus 'bergerak' cukup tinggi, pokoknya harus ada kegiatan. Satu-satunya alasan dari obsesi tersebut adalah menghindari pemikiran-pemikiran jahat ketika nggak ngapa-ngapain. Sebab setiap aku nganggur, aku selalu meresahkan sisi ketidakbergunaanku hingga muncul sikap rendah diri. Dan itu menyiksa pikiran juga mental. Pertanyaannya, apakah banyak kegiatan hingga tidak punya waktu luang adalah wujud produktivitas? Tentu tidak selalu.
Aku suka rebahan, memang nikmat gila. Namun apakah goler-goler dengan gulir-gulir media sosial dikatakan produktif? Dan menata ulang kamar di hari kerja juga wujud produktif? Let me show a productivity definition.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, produktif adalah adjektiva yang mampu menghasilkan serta mendatangkan manfaat, hasil yang menguntungkan. Sedang menurut Peter F. Drucker, seorang ekolog sosial yang memiliki definisi produktivitas paling jenius menurutku, mengatakan bahwa produktivitas adalah keseimbangan antara seluruh faktor-faktor yang akan memberi keluaran yang banyak dengan pengeluaran yang hemat. Dari sini kuncinya adalah sangkil atau efisien.
Do you have your own definitions for concepts or do you use whatever is in dictionary and people's opinions? Aku suka memiliki definisi sendiri berdasarkan dengan tujuan dan pengalamanku. Ini membantuku untuk tidak latah dengan standar manusia lain.
Sebelum membahas kata kunci efisien, mari munculkan terlebih dahulu kata kunci relevansi. Banyak masalah timbul karena lupa atau bahkan belum menentukan tujuan. Terobsesi sibuk padahal yang dikerjakan tidak sesuai target. Misalnya membalas semua pesan tanpa memperhatikan kepentingan, mengikuti semua diskusi, merapikan data berulang kali, menonton YouTube hingga lupa waktu, apa lagi? Apabila kegiatan-kegiatan yang baru saja kusebutkan relevan dengan tujuan kalian, itu produktif bagi kalian. Katakanlah kalian mengikuti semua diskusi dengan tujuan menambah relasi dan berharap menemukan antusias terhadap hal baru. Lagi-lagi semua mindset ya.
Sekarang, seharusnya kita lebih sadar seberapa penting suatu tujuan itu. Nah, setelah relevan, baru masuk ke kata kunci selanjutnya. Efisien; sinonim sangkil. Bagaimana mewujudkan produktivitas yang sangkil. Jika arti sebenarnya dari sangkil adalah berdaya guna dan sesuai, kurasa terlihat kaku, coba dihubungkan dengan eksperimen dari Charles Eisenstein yang mengubah pertanyaan, how can we do things in the most efficient way? ke how can we do things in the most beautiful way? Kalau aku coba interpretasikan, how do I make sure my work is something I am proud of? Something that has quality? Jadi, tidak sekadar banyak dan tuntas, tetapi memiliki nilai. Gak buat kita stres, menyesal, dan juga tidak membuat kita biasa saja. Aku tahu, bukan hal mudah untuk menemukan kegiatan yang tepat sesuai definisi produktivitas yang relevan dan efisien. Jalan keluarnya, coba dulu. Sangkil hadir ketika apa yang dikerjakan tepat sasaran tanpa melukai sekelilingnya. Gitu kira-kira.
Bahaya dari fake productivity ini tidak hanya memengaruhi aktivitas saja, namun juga berdampak pada personalitas. Apalagi jika terus menerus bersembunyi di balik produktivitas palsu. Berikut beberapa pintu keluarnya:
Be mindful with your time. Tidak semua harus kamu hadiri. Pilih kegiatan yang sesuai kebutuhanmu dan membutuhkanmu. Dampak besar akan lebih terlihat dari situ. Seperti kata Imam Syafi'i Rahimullah, "waktu ibarat pedang."
Track progress spesifically. Tiga jam menghadap laptop bukan produktif jika tujuanmu tidak tercapai. Pasang tujuan dan catat perkembanganmu secara objektif dan khusus. Misalnya, dalam 2 jam menulis 500 kata.
Habit selection. Sudah umum sekali ungkapan, "hal kecil berpotensi berdampak besar." Karenanya, coba lakukan diskoneksi pada hal-hal buruk yang mengganggu produktivitas.
Menjadi tidak produktif itu bahaya, namun mengira apa yang kita lakukan itu produktif padahal tidak, akan sia-sia.
Hope this article of productivity resonates with you. And by all means, if it doesn’t, create your own! See you!
Sajak Kemelekan
LITERASI USIA
Pada kelopak waktu yang disepakati TuhanAku ingin bercerita
/
Usiaku menuju bukit balik kata yang tengah menumpuk
di hampar keseharian
Ia ingin berjarak dari hiruk pikuk kesibukan yang
begitu pekat
Rapat oleh mimpi pada bilik-bilik kekhawatiran
Jalanan kota ramah dengan gemuruh asap
keangkuhan
Para pejalan berlarian mengunduh ego yang makin
akrab bagi tubuh
Sementara, lamat-lamat hadir suara lalu mendekat
Semakin nyaring
Mengiang ledakan
Mengetuk balik jendela kesendirian
Berulang mengirim prasangka yang tak jemu berkata:
Bacalah,
pikirlah, tulis!
Demikian tajam
Mencari sela-sela pori
Mengikuti aliran darah
Tiba menyapa jantung
Mengelus manja otak
Mengusap hati yang resah
Hingga meraba nyawa
Tak henti menghampiri ceruk-ceruk tubuhku yang
senyap
Ada getar diri yang menularkan desir cinta pertama
dan berharap selamanya
Terlintas jejakan hening yang teguh terjaga dan
bimbang terlelap
Merawat kedalaman semesta
Menumbuh keabadian percaya
Bulir air mataku melukis kesiaan usia
Tak segera usai bercanda pada gelimang kefanaan
Semacam diulang
Sebuah permainan yang mencatat kerugian dalam batin
perjalanan
Luruhan gerimis menerjang ruas tahun dan batas iklim
Semacam menjadi saksi
Kian dekat dilimbur ribuan getun bermukim
Nyaring suara yang terlalu itu kembali hadir
Dengan sinopsis jentera waktu
Sekuel amanah rindu
Sangat mungkin memercikkan awal haru
Suaranya semakin menyahut menggelegar
Mendesakku agar aku tersadar
Sebelum maut merebut, maka:
Bacalah,
pikirlah, tulis!
*Pernah dimuat dalam antologi nasional.
Antologi Karya Jurnalistik dan Sedikit Ceritanya
Halo pengunjung blogku. Unggahan artikel kali ini akan berisi tentang karya-karya tulisku yang pernah dimuat di media online dan cetak; khusus untuk artikel jurnalistik. Sebelumnya aku mau cerita sedikit nih tentang kegemaranku di dunia jurnalistik. Sejak SMP aku sudah tertarik dengan kepenyiaran teman-teman. Namun terhalang, sebab aku pernah menjadi Rosi yang pemalu sebelum akhirnya menjadi Rosi yang sekarang. Masih pemalu juga sih, tapi lumayan berkurang lah. Berkat media sosial yang sebenarnya bisa jadi tempat berlatih menghadapi orang secara virtual.
Saat
SMA aku tergabung menjadi tim jurnalis utama di sekolahku, sekaligus menjadi
delegasi sekolah ke komunitas jurnalis di kotaku. Namanya Kojurda (Komunitas
Jurnalis Muda) Kediri Raya. Di sana aku diajari banyak hal tentang media dan
produksinya. Aku dan timku pernah kunjungan studi di salah satu media ternama
di Indonesia, Jawa Pos. Kami belajar bagaimana berita tersebut didapatkan
wartawan, ditulis, disunting editor, hingga kami praktek menjual koran di pukul
6 pagi. Seru sekali. Oh iya, aku dulu dapat penghargaan sebagai delegasi dengan
konten terbaik lo. Wkwkwk. Tahun 2018 lalu dapat kesempatan main lagi ke sana untuk
lomba. Alhamdulillah.
Tidak berhenti
di media cetak saja, aku mendapat kesempatan untuk belajar lebih jauh tentang
pertelevisian. Oh iya, fyi Kojurda ini di bawah naungan televisi lokal yakni
KSTV. Nah saat itu ada satu program yang diadakan khusus untuk anak-anak muda
gitu, dan dapatlah kesempatan mengisi di situ. Asik banget. Lanjut-lanjut, aku
juga mendapat kesempatan untuk kunjungan studi lagi nih. Kali ini di televisi
nasional, ANTV, Trans TV/ 7, dan Metro TV. Kalian ingat program Pesbukers, Show
Imah dan Empat Mata (belum ada bukan) tidak? Nah, aku dan kawan-kawan jadi
penonton bayaran yang di bayar tour studio. Asik banget. Diizinin main kamera
TV, lihat bentuk script, praktek reporter, dan lain-lain.
Dari kisahku itulah, alasan mengapa aku tertarik di jurnalistik kreatif. Namun, karena satu dan lain hal, saat kuliah aku hanya fokus ke kepenulisannya saja. Tertunda mendalami disiplin ilmu itu lebih lanjut. Cukup. Berikut beberapa karya jurnalistik milikku yang telah diterbitkan media.
1. Karya dalam surat kabar
2. Karya dalam media daring
Sekilas tentang Harga Diri
Kalian pernah
gak sih ada di masa, suka banget menyalahkan diri sendiri? Setiap sedikit
kesalahan yang dilakukan, even dia
tidak terlalu berdampak dan mudah diperbaiki, kalian tetap saja tidak terima
dengan kesalahan yang sempat kalian lakukan tersebut. Pasti pernah ya? Atau
pura-pura bodo amat padahal hati terdalam berkata, seharusnya aku tidak begini, tidak begitu lalalala.
Itu yang akan
kita bahas kali ini. Harga diri atau
biasa disebut self-esteem. Kalian
mengartikan harga diri itu apa sih? Perasaan
cinta terhadap diri sendiri? Atau rasa
bangga sebab menjadi diri yang sekarang? Atau sebuah penilaian individual terhadap dirinya sendiri? Banyak sekali
pengertian mengenai apa itu self esteem,
aku coba kutip salah satu pendapat yang menurutku paling relevan ya. Kata
Rosenberg dalam Hughes (2003) harga diri adalah evaluasi positif dan negatif
terhadap diri sendiri, dengan kata lain bagaimana seseorang memandang dirinya
sendiri. Nah, harga diri ini bisa berhubungan dengan dimensi yang lebih
spesifik, seperti penampilan fisik, kemampuan akademik, kecakapan sosial, dan
keterampilan (Sanitioso dkk, 2015)
Lagi-lagi,
pandangan terhadap harga diri tiap orang berbeda, begitu pula dengan maknanya.
Dalam buku karya Yoon Hong Gyun, ada tiga pilar dasar dalam harga diri, yakni rasa kebermanfaatan, kontrol diri, dan rasa
aman. Orang yang merasa dirinya tidak berguna, terbuang, tidak terkontrol,
sering terganggu emosi negatif, dan gelisah akan sulit menerima dan mencintai
dirinya. Jadi, harga diri dapat pula diartikan sebagai kecintaan seseorang
terhadap dirinya sendiri.
Seberapa dalam
kamu sudah mencintai dirimu? Ini nih yang sedang naik daun, gerakan mencintai
diri sendiri (self love). Tampaknya
manusia sekarang banyak yang beranggapan manusia lain sebagai juri kehidupan
ya.
Aku menelusuri
makna harga diri bukan tanpa sebab. Ada beberapa kejadian yang menyebabkan aku
resah dengan diriku akibat cara pandangku terhadap lingkungan. Terlalu sering
berkata “seharusnya”. Padahal itu sungguh melelahkan, bukan? Hingga akhirnya
aku bertanya pada sosok terdalam dari diriku. Siapa kamu? Apa yang kamu cari? Apa yang kamu beri? Terkesan
menodong ya, wkwkwk. Memang, pemulihan harga diri harus dimulai dari diri
sendiri.
Nilai. Pernah
baca atau dengar kalimat, tanamkan nilai
pada dirimu atau orang lain yang akan menanamkannya. Intinya adalah beri
kesan siapa dirimu (personality bukan
identity) ke orang lain. Memang kita
tidak bisa mengontrol hasil akhir perspektif orang, tapi kita bisa
membentuknya. Menurutku, memulihkan harga diri atau mencintai diri sendiri
bukan berarti memanjakan. Kita tetap harus hidup sebagai “manusia”. Manusia
yang menghargai keadaan dan sadar bagaimanapun kita tidak hidup sendirian. Salah
satu caranya dengan tidak menyalahkan diri sendiri dan fokus pada pemulihan. Kalau
secara spiritual sih ikhlas, sabar, dan
tawakal. Udah. Panjang amat ceritanya, Rosi. Agar bersifat praktik gitu.
Jadi, jangan
mau kalah dengan keadaan. Mulai perbarui nilai dan memerdekakan diri dengan
merasionalkan kenyataan. For your
information, kita bisa lo kasih energi pada emosi kita. Syaratnya sadar.
Hihihi. Selesai sudah tulisan kali ini. Ada beberapa sub topik yang bisa jadi
bahan tulisan selanjutnya yang masih berhubungan. Nanti deh. Bye!
(masih) Bicara Kilas Balik
Masih pekan satu kan sekarang? Kali ini mau cerita aja sih. Santai, tidak mikir dan tidak riset. Sebentar, hai... aku belum salam.
Masih saja kilas balik ya, Ros. Iya. Blog-ku belum dapat jatah. Akhir pekan lalu, aku bertanya tentang apa makna 2020 melalui instagram. Jawaban teman2 beragam. Semua menarik dan sudah terespon, baik publik maupun pribadi. Kini saatnya aku bercerita 2020 tentang diriku yang bertumbuh dengan banyak pupuk jenis baru.
2020 aku awali dengan tugas akhir program sarjanaku. Aku tahu jika aku bicara skripsi akan panjang, melelahkan, dan dramatis tapi bakal banyak pesan alam di sana. Jadi, kubuat episode khusus. Nantikan saja kalau berkenan.
Selain itu, awal tahun aku juga hectic dengan program relawan dan program festival buku di Malang Raya. Satu hal yang paling kusyukuri adalah kesempatan bernegosiasi dengan lebih dari 30 pembicara. Bisa dibilang keluar dari zona nyaman ya, sebab aku harus benar-benar membuka diriku seakrab mungkin dengan orang baru; dengan beragam bidang. Bisa juga pengalaman ini menjadi pintu awal aku berani mengenal lebih banyak orang dan lebih banyak lagi disiplin ilmu. Cukup melelahkan tapi penuh cerita.
Belum kelar penelitianku yang kurang satu pertemuan, pandemi tiba. Alhasil, perputaran otak terjadi dengan banyak solusi dadakan. Pasca itu, tagar #dirumahaja menjadi keresahan tersendiri bagiku. Ada hal yang ingin buru-buru kurampungkan tetapi harus diurungkan. Aku belajar menerima keadaan dan mencoba tidak menyalahkan siapa-siapa.
#dirumahaja juga membuatku lebih banyak merenungi diri bersama Tuhan. Asyik, lama tidak kencan begitu dekat dengan Tuhan :( Luaran dari seringnya berbincang dengan diri sendiri dan Tuhan membuatku memahami diriku lebih jauh (lagi).
21 tahun. Aku tidak pernah merasa diriku setertekan saat itu. Aku rasa kegagalanku tiba. Merasa tidak tahu harus melangkah kemana. Yang harusnya selesai belum juga usai. Bisa dibilang gagal terbesarku adalah khawatir terhadap kehendak Allah yang jelas kepastian dan ketepatannya. Mau menangis kalau ingat.
Hingga akhirnya aku membuka diriku lagi untuk bertemu orang baru. Berkenalan, bercerita, belajar, dan bertindak agar tetap waras. Aku tahu tidak hanya aku yang merasa resah atau mungkin kehilangan arah kala itu. Tapi jelasnya, semua bisa lolos uji tahunan. Yeay! Mari berucap syukur bersama. Alhamdulillah.
Aku mulai bekerja lagi, beraktivitas, dan terhubung walau dalam jaringan. Pikiranku masih tentang tugas akhir, tetapi dengan segala usaha yang telah kulakukan tetap saja, aku hanya bisa mengendalikan diriku; bukan orang lain.
Di sela-selanya aku aktif dalam program relawan pendidikan dan literasi, serta magang di start up digital marketing. Kisah dan asah keterampilan baru, khususnya menyajikan konten SEO untuk klien. Aku melakukannya karena aku sering rendah diri jika tidak terhubung dengan apa dan siapa.
Singkat cerita, aku berhasil selesai tanpa menjadi gila yang sebenarnya. Hahaha.
Akhir tahun 2020 aku kembali patah hati sesaat setelah memutuskan jatuh hati. Roller coaster banget ya 2020. Banyak yang hadir tiba-tiba dan mengejutkan. Termasuk aku. Aku juga terkejut atas diriku sendiri.
Kejadian yang menimpaku di bulan 12 adalah kejadian paling cepat sepanjang tahun. Dengan segala prasangka yang telah ditutupi kepercayaan, ternyata tetap saja kecewa dengan ekspektasi sendiri. Ya, sekali lagi diajak bercanda dengan waktu.
Tidak apa. Semua belajar. Belajar mengontrol diri agar tidak sering lagi menyakiti. Dengan segala sudah yang kupaksakan serta segala kecewa tanpa penyesalan, aku jadi bertanya "apa yang perlu kuperbaiki agar tak terulang lagi?" Tampaknya benar kata Ibu.
"boleh menginginkan, memperjuangkan, hingga menangisi sesuatu ketika hilang, tapi sekuat apapun jangan sampai kehilangan diri. Tetap kamu yang utama." Mungkin itu.
Paling lapang ya tetap mengoperasikan pikiran dan menghargai proses. Hanya satu, makna tidak pernah hilang.
Sekian dari 2020.
-
Aku menuliskan ini ketika aku menunggu azan magrib. Ketika dalam pikiranku dibingungkan dengan satu pertanyaan tentang sebuah alasan. Apa...
-
JEMARI TUHAN (MASIH ADA CINTA DI SANA) Oleh: Rosida Eka Oktaviani Pakartining Madu “ Kubisikkan doaku di cela...
-
Berapa kali kalian nongkrong dalam sebulan? btw, aku baru sadar kalau pas nongkrong jarang foto. wkwk. sumber: koleksi pribadi...