![]() |
Ketika PKKMB UM |
Awal mulanya saya melirik jurusan komunikasi dan
jurnalis untuk melanjutkan hobi saya saat SMA. Mulai dari sini perdebatan
dimulai. Hampir seluruh manusia yang mengenal saya berkata bahwa, sia-sia kamu
3 tahun belajar sains jika pada akhirnya harus keluar jalur. Pikir saya satu,
namanya masih mencari jati diri tidak ada yang salah bukan? Saya memilih diam.
Ayah dan ibu saya pun juga awalnya meminta saya mengambil jurusan yang
mengandung ilmu saintek, yaitu bidang kesehatan. Parah, bukan anak sehat saya,
hahaha. Karena dari kecil raja dan ratu
hidup saya tidak pernah memaksa kehendak putrinya, ya beliau berdua tidak
terlalu gigih dengan keinginan mereka. Kala itu jurusan saintek yang saya lirik
(sedikit) hanyalah biologi, the only one.
Bagi saya belajar dalam hidup ini hanya perihal
menghausi pengalaman. Tidak ada yang lain, so
if you talk bahwa akan ada ilmu yang terbuang sia-sia, you must think a lot about your statement. Lalu, saya juga
menyangkal pendapat adanya jurusan pelarian. Semua jurusan itu memiliki peluang
yang berbeda-beda, dan tidak ada jurusan yang tidak berpeluang. Tinggal
pandai-pandainya kita memasuki pintu-pintu peluang tersebut. Kalau saya,
peluang apapun itu, jika masih bisa menembus sedikit celahnya tembus saja, maksa
juga no problem. Yang terpenting
bukan seberapa banyak ilmumu untuk mengambil peluang itu tapi, seberapa tangguh
dirimu untuk memperjuangkan peluang tersebut. Right!
Saya sempat menunduk saat itu, di jurusan pertama yang
saya lirik saya tidak diijinkan karena harus meninggalkan rumah terlampau jauh. Akhirnya saya berusaha
menelisik lagi keinginan itu. Perlu diketahui that best of the best choice need a long time. Berulang kali saya
membaca jurusan-jurusan dalam tumpukan brosur yang saya koleksi sejak kelas XI.
I mark that one by one, aku kaji dan
bayangkan bagaimana kehidupan aku kelak saat kuliah di jurusan tersebut.
Akhirnya aku menemukan jawaban bahwa cara terbaik menentukan tindakan, apapun
itu adalah dengan kamu memiliki pandangan jauh terhadap hal tersebut, pun juga
kamu tertarik mendalaminya. Karena sudah saya buktikan jika semua hal yang bagi
kita sendiri tidk menarik itu hanya menjadi beban yang sulit terselesaikan. Kalau
saya diminta untuk memilih, saya tidak akan mengambil jurusan yang tidak sesuai
dengan keinginan hati saya. Saya memilih rehat dan mencari jalan lain. Tetapi
semua itu tergantung yang melakukan, hak masing-masing pribadi.
Memilih jurusan bahasa dan sastra bukan tanpa alasan
dan pertimbangan. Hal yang melatarbelakangi saya menjatuhkan pilihan tersebut
adalah kaarena kegemaran saya dalam dunia menulis, sempit luas pemikiran, saya
bisa mempunyai banyak jalan yang menghantarkan saya menghasilkan karya-karya
nantinya. Selain itu juga rasa penasaran saya terhadap isi dari jurusan
tersebut, rumornya sih jurusan yang tidak banyak tantangan. Lalu mengapa
memilih embel-embel pendidikan? Karena dari dulu saya tertarik dengan dunia
pendidikan, saya menilai bahwa mengajar adalah pekerjaan paling membahagiakan.
Bayangkan saja, isinya hanya membagi ilmu satu sama lain untuk menemukan
keajaiban-keajaiban yang disembunyikan semesta. Indah bukan?
Nah, jadi untuk semua pembaca tulisan ini yang
merupakan calon mahasiswa pikirkan secara serius jrusan yang sedikit banyak
menentukan masa depanmu kelak, di luar jodoh. Yang akan menjadi tolak ukur
pilihanmu adalah dirimu sendiri. Jangan sampai kamu terkecoh dengan omongn
orang-orang luar. Silakan mendengar nasihat mereka, tetapi kamu tetap memiliki
hak dan kewajiban untuk memfilternya. Karena yang nantinya menjalankan adalah
kamu. Sungguh kamu tidak inginkan membuang uang orang tuamu untk kuliah tanpa
bersungguh-sungguhkan? Dan bagi pembaca yang bukan calon mahasiswa, call your friend to read this article, thank
you. Untuk serba-serbi jurusan bahasa dan sastra see you soon di tulisan berikutnya. Terima kasih :)