Diari Rosi | Oleh-Oleh Maba




PIALA PERTAMA UNTUK SEMESTER PERTAMA

(Rosida Eka Oktaviani Pakartining Madu)

            Rasanya seperti tertimpa durian. Walau sebenarnya aku tak menyukai buah tersebut, tetapi banyak orang berkata bahwa tertimpa durian laksana mendapat rejeki berlimpah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Katanya. Ya aku sih ikut saja. Baiklah mendapatkan predikat juara pertama di acara kampus memang sudah terpikirkan olehku. Bahkan masuk dalam list mimpi yang wajib aku wujudkan dalam hidup. Jadi, apa ini intinya sudah direncanakan?
            Ya. Tuhan memiliki banyak cara untuk membuat hambanya terkejut. Memang benar jika manusia hanya bisa merencanakan, tanpa bisa menggariskan. Diantara banyaknya mimpi yang harus kucapai, aku memang mengharuskan diriku menjadi juara pertama dalam suatu kompetisi kampus, apapun itu. Sedikit memaksa memang, tapi sudah sewajarnya itu aku lakukan. Aku adalah tipe anak yang harus dipaksa dulu dalam segala hal kecuali makan. Karena ada kepercayaan di balik quote The Power of Kepepet.
            Sama seperti ceritaku kali ini, ada peran quote tersebut di dalamnya. Di kampus tercintaku (hmm… kata-kata kuno yang sampai saat ini pun masih sering digunakan) kompetisi olahraga dan kesenian digelar, PORSENIMABA 2016 namanya. Awalnya aku tidak mengetahui kompetisi tersebut, bahkan saat pendaftaran telah dibuka. Hal ini baru kuketahui ketika diriku pulang dari asrama putra dan melintasi Jalan Cakrawala, terpampang banner ukuran besar dengan tulisan PORSENIMABA 2016 lengkap dengan tanggal pendaftaran dan tulisan “bisa mendaftar di fakultas masing-masing”. Hanya itu untuk yang lain seperti cabang lomba dan prosedur pendaftaran tidak tertera. Kala itu aku sedikit tertarik dengan seninya, karena sebenarnya menulis juga merupakan seni. Seni merangkai aksara.
            Baik. Tidak terlalu menjadi pikiranku sih, bahkan sudah tak terpikirkan. Lalu saat H-2 penutupan pendaftaran aku mendapat info tersebut lebih detail lagi. Info tersebut aku dapatkan di grup Griya Sastra Cerpen FS UM. Langsung deh aku tindak lanjuti, kali aja masih bisa daftar, iseng iseng gak jelas gitu. Singkat cerita ketua Bemfa saat itu, Mbak Kikin membantu menjadi jembatan aku ketika pra lomba, dan semua info lomba dapat sampai dengan selamat ke aku.
foto bersama para pemenang porsenimaba fakultas sastra
            Saat hari H aku benar-benar kebingungan, alias rempong banget. Tahu kenapa? Hari itu juga aku ada UAS lisan Bhs. Inggris Akademik, dan bahan untuk ujian lisan yang berkelompok belum aku print out ditambah lagi pikiran tugas asrama yang belum sempat terselesaikan. Ada yang lebih membuatku kebingungan, mbak Kikin sulit dihubungi dan surat dispenku masih entah bagaimana kabarnya. Karena hari masih cukup pagi dan lomba dilaksanakan pukul 08.00 WIB, maka aku lari dulu ke gedung D7 untuk sekedar menyerahkan tugas. Bayangin deh jarak antara gedung A3 dan D7 itu tidak sedekat pandangan mata loh, parah harus kilat dengan kaki mungilku (hehehe walau biasa jalan kaki, tapi namanya dikejar waktu tetap saja tidak biasa). Sebenarnya ini juga kesalahanku karena aku menutup mulut ke teman-temanku tentang keikutsertaanku ini, So I must be doing by my self. Alhamdulillah, tidak terlalu ribet juga berurusan dengan Ibu dosen cantik yang baik hati. Aku bisa ijin dengan mudah, dan langsung meluncur lagi ke gedung lomba, yang kala itu nafasku terengah-engah. Kalau saja itu salah satu adegan film, pasti gak usah ulang-ulang take, because this is natural acting. Hahaha
            Pukul 7.55 WIB aku baru tiba di tempat. Aku atur nafasku yang sedang liar tak karuan. Sejujurnya ide tak mengalir deras dalam penulisan artikel ini. Pokoknya aku kacau karena kelelahan, but no problem aku pasang wajah sok tenang yang ditenang-tenangin. (Hahaha bayangin saja sendiri bagaimana bentuknya). Lomba dibuka oleh panitia dengan sambutan ringan, dan pembacaan peraturan. Bodoh amat, aku tenangkan diriku dulu sambil meneguk air yang diberikan panitia tadi di awal. 
Narsis dulu calon gurunya hihihi

            Pemutaran video dimulai. Video tersebut akan menjadi akar ide dari karya peserta. Kalau aku boleh curhat, tema yang disuguhkan tidak pernah kusentuh sedikit pun. Aku tidak pernah membuat karya dengan genre selembut itu. Sepertinya panitia memang menguji kemampuan yang bertolak belakang dengan kebiasaanku sebelumnya. Setelah sekitar 7 menit pemutaran video tersebut aku mulai membaca lagi coretan kerangkaku. Bingung, mau kubawa kemana ini kerangka.

            Kebiasaanku yang kata Si Meri aneh mulai muncul. Apa itu? memandangi satu persatu orang yang ada di sekitarku, sampai dia salah tingkah karena kebingungan. Biasa saja sih sebenarnya, mungkin dia yang menganggap aneh ini semua. Sedikit pengalaman, waktu aku diajak teman sekamar untuk cari Wifi di fakultas teknik, aku sedang menyelesaikan sebuah cerpen. Nah, saat itu aku kehabisan ide. Akhirnya kebiasaanku muncul secara tiba-tiba, aku memandangi seorang pria berseragam elektro biru unyu-unyu (yang unyu-unyu seragamnya bukan orangnya). Awalnya ia tak sadar, tapi beberapa saat kemudian ia tersadar dan mulai salah tingkah. Hahaha, mulai dari kebingungan lihat aku, pura-pura ngobrol sama teman sampingnya, pindah posisi dari yang menghadap barat jadi hadap utara, pokoknya kelihatan banget saltingnya. Karena lucu, aku godain aja sekalian, aku pandangin aja dia terus sampai ideku muncul. Apakah ideku akhirnya muncul? Nggak juga, aku malah ketawa puas tanpa ada ide baru. “Tolong dikondisikan, Ross!” Meri mengingatkan.
            Back to the first topic. Setelah sekitar 20 menit aku mengajak otak ku jalan-jalan, aku mendapatkan secercah cahaya yang melintas, tapi ilang neh…! Hahaha, nggak kok, aku mulai menulis dan merangkai kata demi kata. Singkat peristiwa aku sempat mengubah nama tokoh dua kali (sumpah, ini nggak penting! Abaikan) Lalu aku juga sempat mengubah sudut pandang cerita ini hingga tiga kali. Tahu sendiri kan akibat dari sudut pandang yang berulang kali diubah, yaaa tepat! Mengubah keseluruhan dari cerita. Hahaha memang gila aku. Lalu saat waktu kurang 10 menit, aku kebingungan menentukan judul. Ada pengubahan judul sebanyak empat kali, tapi ujung-ujung nya tetap kembali ke judul pertama “Jemari Tuhan (Masih Adakah Cinta Di sana?) ya itu… Check in here

            Sudah sih, sampai segini doang sebenarnya ceritaku. Hari demi hari kulewati seperti biasanya, tidak ada yang istimewa (Sumpah, basi ini kalimat!) Sampai pada akhirnya ada Whatsapp dari Kak Kikin masuk. Isinya ucapan selamat, dan file undangan dari BEM. Namanya juga minggu UAS, udah tidak kepikiran dan lupa kalau pernah ikut PORSENIMABA. Kaget? Nggak, tapi jantung kesenanganku tidak terkontrol, sampai lupa jika besok ada UAS Agama.
            Keremponganku timbul, karena waktu antar UAS dan undangan itu bertabrakan. So, what am I doing? Akhirnya aku mencoba menghubungi dosen agamaku, bagaimana baiknya. Alhamdulillah, beliau mengijinkanku untuk ke undangan terlebih dahulu, dan menyusul ujian di jam berikutnya. Keesokan harinya, UAS agama lebih maju dari jam sebenarnya. I’m so happy, today is a blessed day for me. Yeayy…!
            Udah sih gitu aja sebenarnya. Ya saat acara aku bertemu dengan mahasiswa berprestasi sekampus. Mulai dari cabang saintek, olahraga, hingga seni berkumpul jadi satu. Melihat wajah-wajah berprestasi jauh lebih memacu diriku untuk ikut berprestasi lagi seperti mereka. Lebih termotivasi lagi untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang sudah aku rencanakan untuk satu gelar ke depan. And arise confident that I could be a achievement student. I will be achieved stars in the sky with my way. Yuuuhuuu….

Sastra Mboiss

Cerpen: Jemari Tuhan | Sebuah Karya



           
JEMARI TUHAN
(MASIH ADA CINTA DI SANA)

Oleh: Rosida Eka Oktaviani Pakartining Madu


Kubisikkan doaku di celah-celah ruang hidupku, Tuhanku satu….”
           
Pernah terlintas suatu pemikiran bodoh dari diriku. Akulah insan paling merugi sepanjang masa. Aku merasa Tuhan tidak adil. Hingga saat aku menulis kisah ini pun aku masih berpikir Tuhan tidak menyayangi semua hamba-Nya, termasuk aku. Mungkin hanya orang kaya, sempurna fisik, dan sehat mentalah yang dicintai oleh yang kata mereka pencipta alam semesta. Bodoh.
             Kenangan buruk yang sukses membuat hati, pikiran hingga mimpiku hancur itu susah lenyap. Mungkin merekalah pencipta alam semesta yang dengan bebasnya menari-nari di tanah milik sendiri. Tidak lagi Tuhan. Atau bisa jadi merekalah Tuhan. Bukan. Tuhan itu Esa. Baiklah berarti salah satu dari mereka. Bisa yang paling bermateri, paling tampan, atau yang paling garang. Terpenting sekarang aku benci mereka. Entah mereka Tuhan atau bukan.
            Ketika masa dasarku selesai. Aku melanjutkan sekolah di sekolah khusus penyandang disabilitas. Mungkin aku lebih cocok di sana. Aku mulai hari-hariku dengan semangat baru, walau jika hati kecil ini dapat bicara dan kalian dapat mendengar, rintihannya dapat menjadi tetes-tetes rintikan.
Masih dalam suasana semester baru, seorang siswi dengan perawakan sederhana, terkesan normal dan tidak cacat apa-apa masuk ke kelas. Reno si penyuka wanita pun terlihat bahagia kala itu. Entah bagaimana rasa bahagia itu dapat tergambar dalam senyumannya. Untung saja bakat menarinya tidak keluar. Kalau saja ia nekat menari, mungkin ia jauh patah hati lagi karena harus ditinggal kabur oleh siswi baru itu. Aku sih tidak tertarik. Belum terlintas kala itu tentang gadis. Apa itu gadis? Untuk jatuh hati saja aku tidak sempat.
“ Dua ditambah dua berapa?”
“Tiga,”
“Du..a ditam..bah du..a sama dengan?”
“Em..pat”
“Jika dua puluh ribu ditambah dua puluh ribu, berapa?
Navika, gadis ceria berhati ibu itu dengan sabar mengajariku berhitung. Tidak ada sedikit pun kemarahan yang tergambar. Ternyata Tuhan mengirimkan satu malaikat yang berhati putih, yang luar biasa tulusnya. Atau mungkin gadis itu Tuhan? Dari hati aku mengadu, aku kagum dengan gadis bernama Navika. Ia bagai cerminan dari ibuku.
Sepi. Hanya ada aku termangu di bawah pohon. Segelas minuman kemasan berada dalam genggamanku. Aku menatap lurus, jauh ke depan. Tidak ada pandangan lain selain ingatanku tentang kenangan kelamku. Mungkin bagi orang lain sikap traumaku keterlaluan. Tapi bagiku, bagi penyandang disabilitas, tidak ada yang lebih menyakitkan ketimbang mendapat celoteh sara, dan tindakan tidak pantas dari orang-orang yang aku sebut pencipta semesta tadi.
Dari kejauhan aku melihat seseorang berjalan ke arahku. Navika menghampiriku dengan dua kotak makan di tangannya. Dengan senyum khas gadis Jogja itu ia duduk bersila di sampingku. Menyodorkan salah satu kotak makannya.
“ Kau hanya diam? Apa kamu tidak lapar?” ia menyapa sekaligus bertanya.
“ Tidak.” Jujur saja hanya itu jawabanku.
“ Mari makan. Aku sudah menyiapkan satu kotak makanan untukmu.” Ia berucap dengan lembut, dan satu lagi senyumannya tak pernah tertinggal.
Aku tidak bisa menolak untuk kedua kalinya. Karena saat itu pula aku juga merasa perlu asupan. Kami hening sejenak. Aku fokus ke makananku, namun kulirik ia lebih fokus ke diriku. Ada sesuatu yang sepertinya hendak ia katakan. Mungkin ia sedang mencari waktu yang tepat, dan celah yang pas untuk bicara. Aku melanjutkan makanku.
“Mengapa kamu tidak melanjutkan sekolah yang selaras dengan sekolahmu dulu?” tiba-tiba gadis itu membuka mulutnya.
“Tidak, aku tidak ingin bertemu dengan Tuhan yang jahat,”
“Apa kamu mempunyai kisah kelam di masa lalu?”
“Tentu. Aku benci masa lalu! Aku benci mereka yang berlaku seperti Tuhan! Coba katakan padaku, Navika! Apakah mereka Tuhan?” emosiku mulai tak terkendalikan.
“Mengapa kau begitu membenci mereka? Apa mereka sempat berlaku buruk dengamu?”
“Aku merasa mereka adalah Tuhan, dan aku hanyalah manusia yang bisa mereka perlakukan sesuka mereka. Aku selalu dikucilkan, dicela, bahkan diperlakukan seperti hewan. Aku benci dengan mereka?”
“Apa kamu tidak ingin memaafkan mereka?”
“Tidak akan.”
“Begini, mereka bukan Tuhan. Mereka sama dengan kamu, sama dengan aku. Hanya saja mereka sempat khilaf dan bisa saja mereka tidak sengaja mengucilkan kamu. Tuhan itu Cuma satu. Tuhan itu sayang dengan hamba-Nya. Dan kamu harus paham itu” jelas Navika dengan kebijaksanaannya. Masih dengan senyumannya.
“Tidak. Tuhan itu penguasa alam semesta. Dan aku lihat mereka seperti penguasa di sekolah.  Aku tidak ingin memaafkan mereka,” aku masih tersedu-sedu.
“Baiklah. Jika kamu tidak ingin memaafkan mereka. Tapi pahamilah Tuhan hanya satu, dan itu bukan mereka. Sudah jangan berkecil hati, tersenyumlah.” Ujarnya begitu menenangkan kalbu, selalu dibawanya senyum tipis dengan pipi berlesung. Begitu manis.
Aku tidak ingin melanjutkan makanku. Aku masih meramu ucapan-ucapan Navika yang sulit aku cerna. Ada maksud apa ia berbicara seperti itu. Baiklah. Aku butuh waktu untuk memahami itu. Sampai saat ini pun aku menilai Tuhan tidak adil. Titik.
“Ada yang salah Mirza? Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, habiskan makananmu,” kesekian kalinya, senyumannya tak pernah tertinggal.
“Mengapa kamu mau berteman dengan aku?” tanyaku.
“Hahaha… jelas,  Tuhan mengajariku untuk berteman dengan perbedaan, Mirza.”
“Maksudnya?” aku bingung.
“Jika kita berteman mencari persamaan sama saja yang hitam tetap hitam. Putih akan tetap putih. Tidak akan ada warna lain. Bukankah Mirza menyukai pelangi?” aku mengangguk.
Navika melanjutkan ucapannya.
“Nah, kalau begitu bertemanlah dengan semua orang, Mirza. Jangan takut karena sebuah lukisan yang terlihat indah, ada warna-warna yang saling mengindahkan, tapi juga ada yang memburukkan. Itulah kehidupan. Tidak semua akan cantik, Mirza paham?”
Aku diam sejenak mencoba mencari celah ruang dalam otak ku agar menemukan sedikit harta karun. Sebuah jawaban. Jujur aku susah mencerna uraian panjang kata-kata Navika. Baiklah. Aku mengangguk mengerti. Walau saja tidak sepenuhnya, tetapi pesannya sudah tertangkap.
“Sekarang Mirza mau kan berteman dengan semua orang? Mirza ingin tahu Tuhan yang sebenarnya bukan? “ Aku mengangguk kesekian kalinya.
“Percaya pada Navika, bertemanlah dengan yang lainnya, bermain dengan mereka. Insyaallah Mirza tahu Tuhan Mirza itu seperti apa baiknya,”
“Mirza akan mencoba,”
Navika tersenyum dan mengangkat jempolnya ke arahku. Aku telah berjanji padanya untuk bermain bersama dengan mereka. Terkadang jatuh, namun sedikit pengarahan  aku bangkit lagi. Kini Tuhan tak hanya penguasa tapi pencipta skenario kehidupan. Mereka mampu memnguasaiku, tapi Tuhanku lebih sanggup menguasai mereka. Senandung lagu mengalun perlahan, mendayu.

“Kenangan ini mengharu biru, menyatu dalam syahdu rindu. Biarkan jiwa terbang menembus liar angkasa mencari sekawanan tanpa batas ruang dan waktu….”

****

Lalui SBMPTN Tanpa Macet



JALAN BARU

(Rosida Eka Oktaviani Pakartining Madu)

                Nyatanya cerita ini sudah kadaluarsa, tetapi saya tidak peduli dengan tanggal kadaluarsa dari sebuah cerita. Bagi saya kisah dari sebuah pengalaman itu sangat berharga, walau hanya sebutir debu. Saya pernah mendengar orang bijak berkata bahwa 'guru terbaik adalah sebuah pengalaman'.
                Saya adalah seorang yang berusaha kuat di depan orang lain. Saya jarang sekali mengeluh karena kekurangan saya. Saya pikir, untuk apa saya lakukan itu, biarlah saya yang mencoba mengubah kekurangan saya dengan cara pribadi. Karena salah satu cita saya adalah dapat menginsipirasi orang lain. Masa itu masa SMA, tahu sendiri bahwa masa tersebut adalah masa rawan akan lingkungan. Begitu juga yang terjadi pada saya, saat detik-detik menjelang seleksi dan ujian nasional saya blank. Mengapa? banyak faktor, salah satunya adalah pemilihan jurusan. Oh, mengapa harus jurusan? Apakah saya tidak bingung dengan universitas? jawabannya tidak. Kala itu saya sudah mantap untuk melanjutkan studi di Universitas Negeri Malang, entah magnet apa yang berbeda kutub dengan saya. Yang jelas bukan karena jodoh saya ada di sana.
                Saya justru bingung dengan pemilihan jurusan. Saat SMA saya sudah terlanjur terjun di dunia sains yang menurut saya bukan bidang saya. Memang benar saya suka menghitung, tapi jika sudah dihadapkan dengan fisika, kimia saya kibarkan bendera putih saya. Sedikit cerita aib ya, nilai fisika saya waktu kelas XI itu hasil diskusi saya dengan guru fisika saya. Saya benar-benar kaget dengan keputusan beliau, tetapi di balik keputusan super beliau tetap ada syarat dan ketentuan. Apalah dayaku, saya menyetujuinya walau sejujurnya saya tidak yakin saya mampu menepatinya.
                Back to the topic, lalu jika sains bukan bidang saya mengapa saya memilih sains? alasan pertama sekolah saya tidak membuka jurusan bahasa. Selanjutnya, jika saya memilih jurusan sosial, saya tidak pandai menghafal sejarah, apalagi sejarah kelam saya. Jadi satu-satunya pilhan terbaik pada masanya adalah menjatuhkan diri di dunia sains. Jika ditanya masalah nyaman atau tidak nyaman, saya jawab nyaman. Karena memang hanya itulah tempat ternyaman saya waktu itu.
                Saat seleksi nasional tanpa test, saya menjatuhkan pilihan saya pada bidang sains, lalu bahasa. Alhamdulillah bukan tanpa test rezeki saya. Akhirnya saya mengikuti seleksi bersama dengan model pilihan yang berbeda,yaitu bahasa, lalu sains. Lebih lebih lebih Alhamdulillah lagi karena pernyataan lolos di website dapat tepampang nyata, bukan sekedar angan.
                Ada perjuangan besar, di balik hasil yang besar. Kalian tahu kan kalau bahasa masuk dalam lingkup sosial, sedangkan pilihan kedua saya adalah sains, so bidang apa yang saya ambil saat test tersebut. Benar, campuran. Saya harus mengkaji bidang sosial dan sains sekaligus dalam waktu yang relatif singkat, tidak genap satu bulan. Apa yang terjadi dengan saya? Stress, bosen, muak, malas, kecewa, dan lelah. Semua campur, dan dibumbui sedikit air mata yang tiada henti mengalir. Kacau parah, saya tidak henti-hentinya menyalahkan diri saya, dan sempat berontak dengan pencipta saya. Hal tersebut terjadi selama 4 hari berturut-turut. Setelah itu saya berusaha bangkit dari sisi gelap hidup saya, mencoba berjalan mencari setitik cahaya. Kalian tahu siapa yang menjadi titik cahaya itu? Ya, serangkaian mimpi saya. Semakin saya mendekat dengan titik cahaya itu, semakin saya menemukan titik-titik cahaya yang lain, semakin terang, semakin kuat. Tidak mudah untuk bangkit dari sebuah keterpurukan. Butuh kesiapan mental dan fisik yang matang, dan siap untuk segala resiko. Saya segera mengobati hubungan dengan Sang Raja Alam. Segera pula focus dan mengbah kebiasaan lamaku. Karena selalu ada jalan lain untuk menuju Australia (negara pertama yang wajib aku kunjungi).
Nah spesial untuk pejuang seleksi, Ros sedikit memberi tips buat kalian yang akan menghadapi seleksi, entah itu SBMPTN, seleksi mandiri, atau seleksi yang lain, agar langkah kita jauh lebih efektif. Kita belajar sama-sama ya, kawan.

1.       Berkenalan dengan Sasaran dan Diri Sendiri
Dalam bahasan ini kalian wajib untuk PDKT dengan musuh, dan diri sendiri. Mengapa? Karena dengan PDKT itulah akan menunjukanmu jalan yang tepat langkah, tidak mubadzir waktu dan tenaga. Maka sering-seringlah mencari profil, dan karakter Perguruan Tinggi yang diincar. Lebih khususnya jurusan yang diinginkan. Nah untuk yang PDKT dengan diri sendiri, kalian bisa sering-sering ikut Try Out untuk memetakan kemampuan kalian. Jika perlu yang langsung selaras dengan tujuan kalian, apakah sains ataukah soshum. Kalau perlu hindari campuran.

2.       Tentukan Target, dan Buat Perjanjian
Jika kita menjatuhkan suatu pilihan pasti kita memiliki alasan pendukung. Oke, dari alasan-alasan itulah kita harus menyusun target. Hal ini dilakukan agar kita memiliki pandangan yang lurus. Tidak berbelok arah atau berubah tujuan di tengah perjalanan. Buat pula perjanjian dengan target anda. Misalnya, target ini wajib dicapai, namun apabila tidak terwujud saya akan bla bla bla. Jadi kalian juga wajib mempunyai banyak plan untuk suatu hal yang tidak kalian inginkan. Ingatlah kita hanya sebagai manusia.

3.       Fokus dan Kuasai Diri
Agar tidak sia-sia kita perlu focus dengan tujuan awal kita. Jangan goyah apalagi sampai menentang tujuan awal. Hal ini dapat dibantu dengan penguasaan diri. Ketahuilah karakter yang ada pada diri kita masing-masing. Pahami apa yang membuat kita nyaman. Dan kerjakan suatu hal yang kiranya menjadi suatu kewajiban. Jangan mudah terpancing emosi dengan melakukan hal-hal menyimpang. Tetap bahagia, dan lakukan segalanya dengan senyuman. Termasuk dalam menyelesaikan soal matematika.

4.       Terapkan Sikap Percaya Diri
Saat seleksi tiba, kita akan berada di tempat baru, suasana baru, dan orang-orang baru. Namanya juga baru, tidak mungkin kita tahu apa yang akan terjadi nanti. Bagi anda yang mempunyai kebiasaan curang, dan kurang percaya diri, latihlah diri anda untuk siap menghadapi hal tersebut seorang diri. Ada beberapa hal yang bisa diterapkan agar kepercayaan diri dapat meningkat. Yang pertama berlatih soal-soal sebanyak mungkin, dan sadar akan kelebihan yang kalian miliki. Sesekali kita juga perlu menyombongkan diri untuk suatuyang lebih baik.

5.       Tekun Belajar
Ini adalah hal yang wajib bagi kalian seorang pelajar. Pelajar tanpa belajar bagai sayur tanpa garam, tak akan ada manusia yang doyan dengan anda. Baiklah,mungkin ada sedikit tips agar belajar kalian jauh lebih efektif. Khemm… yang pertama bedakan terlebih dahulu materi yang kalian anggap mudah dengan materi yang sulit. Ringkas materi itu dengan sistem kata kunci, jangan lupa bubuhkan warna-warna sebagai pembeda dalam ringkasan. Buat catatan kecil, untuk kata-kata sulit yang kiranya tak mudah diingat. Atur waktu sebaik-baiknya.
 
6.       Dekatkan Diri pada Pencipta Alam
Manusia hanya perencana, untuk selebihnya Tuhan kita lah yang menentukan. Jika hubungan kita dengan Tuhan kita berjalan dengan romantis. Bisa dipastikan Tuhan akan memberi jalan yang terbaik pula. Ingat ya, Tuhan tahu yang terbaik untuk kita. Tinggal kita bagaimana menjemput sesuatu yang baik itu dengan waktu kilat.

7.       Orang Tua Supporter Terbaik Kita
Senantiasa berbagi cerita kita kepada malaikat-malaikat kita dalam berbagai hal. Bagaimanapun alasannya, mereka yang mengetahui segala tetekbengeknya kita. So, jangan sia-siakan kesempatan untuk selalu dekat dengan mereka. Ingat ya selalu meminta restu mereka setiap saat. Ridho Tuhan karena Ridho mereka.

Baiklah kawan, itu tadi sedikit celoteh saya. Semoga bermanfaat. Oh iya jangan semua dicopy paste ya, pilah dan pilih terlebih dahulu, mana yang baik untuk kalian, mana yang tidak. Sukses untuk seleksinya, jangan lupa bahagia. See you next time! (Ross)